Nama saya Arsy, lahir dari keluarga sederhana yang dibesarkan oleh Ibu An dan Bapak Md. Kehadiran saya disambut dengan penuh cinta, melengkapi kebahagiaan mereka. Saya adalah anak laki-laki pertama, dan tak lama kemudian, keluarga kami semakin lengkap dengan kehadiran adik perempuan saya, Az. Kami sekeluarga hidup rukun di sebuah desa bernama Bontonyelng, sebuah tempat di mana kehidupan masih berjalan dengan ritme yang tenang dan bersahaja.
Di tengah kehidupan desa yang penuh kedamaian, kedua orang tua saya membuat keputusan penting untuk masa depan keluarga. Mereka memutuskan untuk tinggal di pondok sederhana yang terletak di tengah kebun kami, dengan harapan bisa mengelola lahan pertanian secara lebih intensif. Keputusan ini merupakan wujud dari dedikasi mereka untuk bekerja keras demi mencukupi kebutuhan sehari-hari, sekaligus menanamkan nilai-nilai ketekunan kepada kami.
Meskipun hidup berpindah ke pondok kebun, semangat orang tua saya untuk bertani tak pernah padam. Mereka menggarap lahan dengan penuh kesabaran, mengubah tanah kering menjadi sumber penghidupan yang menjanjikan. Dari merekalah saya belajar arti sebuah kerja keras, melihat bagaimana keringat dan usaha bisa membuahkan hasil yang manis. Kehidupan di pondok kebun ini menjadi fondasi yang kuat bagi kami, mengajari kami untuk menghargai setiap proses dan hasil yang didapat.
Pada masa-masa itu, saya masih menjalani pendidikan di tingkat sekolah dasar. Dunia sekolah adalah tempat saya menempa ilmu dan menumbuhkan impian-impian kecil. Setiap pagi, saya berangkat dengan semangat, siap menghadapi pelajaran dan bertemu teman-teman. Pendidikan adalah hal yang sangat dihargai oleh orang tua saya, dan mereka selalu memastikan saya bisa mendapatkannya.
Namun, keputusan untuk tinggal di pondok kebun juga membawa tantangan baru, terutama bagi saya. Jarak antara pondok tempat kami tinggal dan sekolah ternyata cukup jauh. Jalan setapak yang harus saya tempuh setiap hari dipenuhi dengan berbagai rintangan, mulai dari medan yang tidak rata hingga cuaca yang tidak menentu. Perjalanan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas harian saya.
Perjalanan panjang ke sekolah ini bukan hanya sekadar rute fisik, melainkan juga sebuah perjalanan mental yang membentuk ketahanan diri. Setiap langkah yang saya ambil di jalan itu adalah wujud dari tekad dan keinginan kuat untuk belajar. Jarak yang jauh itu mengajarkan saya tentang arti pentingnya ketekunan, disiplin, dan pengorbanan demi meraih cita-cita. Saya belajar untuk tidak mudah menyerah, meskipun harus menempuh perjalanan yang melelahkan.
Kisah masa kecil saya di pondok kebun dan perjalanan panjang ke sekolah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas diri saya. Pengalaman tersebut mengajarkan saya bahwa kesederhanaan bukanlah halangan, melainkan justru menjadi landasan kuat untuk membangun karakter yang tangguh. Hingga kini, nilai-nilai tersebut tetap saya pegang teguh, menjadi bekal berharga dalam menghadapi setiap fase kehidupan yang saya jalani.
Pesan Moral:
Kesederhanaan dan keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih cita-cita, melainkan justru menjadi guru terbaik yang mengajarkan kita arti ketekunan, pengorbanan, dan semangat pantang menyerah. Dari keterbatasan, kita belajar untuk menjadi pribadi yang lebih kuat dan menghargai setiap proses dalam kehidupan.